Kamis, 15 November 2012
Dalang Dibalik Pertempuran November Surabaya
Selama ini kita percaya, hanya pendidikan (terutama pendidikan agama), yang mampu meluruskan hasrat dan memantapkan manusia untuk terus menapaki jalan pemenuhan kebutuhannya secara bertanggung jawab. Tak heran, semahal apa pun biaya sekolah, bangkunya tak pernah kosong. Begitu pula dengan lembaga pendidikan agama semacam pesantren, juga tak pernah sepi. Tetapi anehnya, justru kalangan berpendidikan-lah yang rajin melakukan perampasan hak, bahkan dengan skala yang luas. Di sepanjang sejarah negeri ini, apakah para pemegang kekuasaan dan penentu kebijakannya kering dari ajaran agama, sehingga persoalan KKN, dan praktek manipulasi lain (termasuk manipulasi sejarah) menjadi soal yang tak kunjung usai?
Di negeri yang akar keagamaannya telah menancap sejak lama, sekering apa pun seseorang dari ajaran agama, pengetahuan tentang adanya Tuhan dan pembalasan amal baik-buruk tentu akan ada di benaknya. Kita boleh menduga bahwa biang keladi KKN adalah kekeliruan sistem pendidikan di Indonesia (termasuk pedidikan agama) yang hanya mementingkan penanaman pengetahuan. Sementara itu, pembentukan karakter pada tiap pribadinya terlupakan. Namun, peran keluarga pun (lebih jauhnya masyarakat) tidak bisa dilupakan. Sebab, di sinilah, seorang manusia mendapat pendidikan pertamanya.
Menafsirkan manusia sebagai mahluk yang dikendalikan kebutuhan dan hasrat, memang terkesan kejam. Namun, penjelasan apalagi yang hendak digunakan untuk menerangkan sebuah keadaan, di mana satu kenyataan sejarah telah nyata-nyata ditutupi. Hasrat dan kebutuhan berkuasa, hasrat dan kebutuhan ekonomi, serta hasrat dan kebutuhan lain yang hanya diketahui si pelaku-lah yang menyebabkan Resolusi Jihad NU seakan terhapus dari catatan sejarah. Padahal, arti peristiwa ini tidak bisa dianggap remeh dalam upaya mempertahankan kedaulatan NKRI. Tentu amat mustahil jika “penyelewengan sejarah” ini dilakukan cuma buat main-main.
Inilah kenapa, buku kecil yang hadir di tangan pembaca saat ini begitu berharga. Layak dibaca oleh pemerhati sejarah (baik politik Islam ataupun nasionalis), serta kalangan umum, yang sangat mungkin tidak tahu akibat tidak diajarkan di sekolah dasar maupun menengah. Barangkali terlalu berlebihan, jika buku ini pembaca sebut sebagai catatan alternatif dari pencatatan-pencatatan peristiwa masa lalu yang dilakukan pemerintah, atau sejarawan-sejarawan yang direstui pemerintah. Tapi bagi pembaca yang ingin menguak kenyataan sejarah yang selama ini ditutup-tutupi, buku ini sangat tepat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar